Wednesday, August 29, 2012

Hanami (Perayaan Melihat Bunga Sakura)

Perayaan Hanami merupakan salah satu perayaan tahunan di negara Jepang yang ada pada musim semi, tepatnya pada bulan April. Perayaan Hanami ini adalah perayaan untuk melihat bunga sakura, yang merupakan Bunga khas dari negara Matahari Terbit. Budaya merayakan mekarnya bunga ini, tidak adda di negara Indonesia. Hanami, merupakan perayaan yang diselenggarakan secara sederhana akan tetapi dengan kesederhanaanya itu, perayaan hanami justru menjadi kesenangan terbesar bagi orang-orang Jepang dalam setahun kehidupan mereka. Budaya seperti ini yang sudah mulai luntur pada diri sebagian masyarakat Indonesia. Dewasa ini, masyarakat Indonesia, pada umunya masyarakat ekonomi kelas atas, lebih suka mencari kesenangan dengan cara menghambur-hamburkan uang, seolah kemewahan merupakan simbol mutlak dari kebahagiaan. Padahal dari kesederhanaan seperti yang yang terdapat pada perayaan hanami di Jepang itu juga bisa tercipta kebahagiaan tersendiri, karena pada saat perayaan hanami, orang-orang Jepang tidak hanya sekedar menikmati keindahan bunga sakura, akan tetapi orang-orang Jepang juga mempunyai waktu tersendiri untuk berkumpul bersama keluarga dan orang-orang tersayang. Perayaan Hanami yang dalam sejarah berarti melihat-lihat bunga sakura, dalam perkembangannya perayaan ini lebih bersifat sebagai ajang rekreasi. Bisa kita bayangkan kebahagiaan orang-orang Jepang pada saat mereka merasakan kehangatan berkumpul bersama keluarga diantara rimbun pepohonan sakura yang sedang mekar. Sebuah rekreasi keluarga dalam kehangatan budaya tradisional yang tidak goyah oleh hadirnya gaya hidup modern. Kenyataan ini sungguh berbeda dengan keadaan masyarakat Indonesia. Budaya Indonesia yang ketimuran justru mulai terkikis oleh hadirnya budaya-budaya barat yang menyebabkan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat kota, terkesan menjadi masyarakat yang individual. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing, sehingga jarang mempunyai waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Perayaan Hanami ini tidak bisa dianggap sebagai perayaan yang biasa, karena meskipun sekedar menyaksikan mekarnya bunga sakura, dengan adanya perayaan hanami menunjukkan kecintaan masyarakat Jepang terhadap bunga sakura. Perayaan semacam ini mungkin tidak bisa kita jumpai di negara-negara lain, yang menakjubkan adalah masyarakat Jepang tetap melestarikan Budaya hanami, meskipun di era modern ini banyak pilihan tempat untuk bersantai bersama keluarga, misalnya dengan pergi ke tempat karaoke. Masyarakat Jepang tetap memilih berkumpul dan bersantai bersama keluarga di bawah pohon sakura sambil menikmati keindahan bunga sakura. Keteguhan masyarakat Jepang dalam melestarikan budaya tradisional mereka, patut untuk diteladani. Tidak hanya hanami, kebiasaan berkirim nengajo (kartu pos) pada saat tahun baru dan menjelang musim panas juga tetap berlangsung ditengah masyarakat Jepang. Sekalipun kecanggihan teknologi telah memungkinkan mereka untuk meninggalkan kartu pos, tapi masyarakat Jepang masih melaksanakan budaya tradisional tersebut. Hal-hal tersebut itulah yang sering terlupakan oleh sebagian masyarakat lain, katika mereka disibukkan dengan rutinitas pekerjaan, mereka tidak lagi mempunya waktu khusus untuk berkumpul bersama keluarga. Begitu juga ketika kecanggihan teknologi telah merambah masyarakat modern, hanya sebagian kecil dari mereka yang tetap menggunakan jasa kantor pos untuk berkirim kartu pos ataupun surat. Harusnya kita bisa bercermin pada orang-orang Jepang bagaimana meraka tetap mampu melestarikan budaya tradisional tersebut. Karena dari hal-hal sepele seperti itulah akan tercipta kesempurnaan, akan tetapi kesempurnaan bukanlah hal yang sepele. Berbicara tentang hanami tentu tidak akan terlepas dari bunga sakura. Konon kabarnya bunga sakura hanya mekar selama tujuh sampai sepuluh hari. Secara umum bunga sakura bermekaran dimulai dari daerah selatan yang berudara lebih hangat, yaitu di pulau Okinawa, kemudian merambat ke utara, dan berakhir di Hokkaido. Pada sebuah web di internet pernah dijelaskan bahwa hikmah besar mengenai kehidupan ini tersimpan pada keberadaan bunga sakura. Di balik ukurannya yang mungil, bunga yang memiliki berbagai mcam variasi warna, yang pada setiap tangkainnya berkembang lima hingga ratusan bunga ini telah memberi contoh pada kita bahwa hal-hal kecil jika dirangkai dalam sebuah untaian besar dapat memberi sebuah keindahan, dan hal-hal kecil berarti besar bila dipadukan. Bisa jadi karena beberapa keistimewaan yang terdapat pada bunga sakura itulah, mengapa orang-orang Jepang begitu antusias merayakan hanami untuk menyaksikan mekarnya bunga sakura yang hanya berlangsung selama tujuh sampai sepuluh hari. Semoga saja kelak dalam perjalanan hidup kita bisa turut menjadi kuncup kecil yang bersatu bersama dengan yang lainnya untuk menciptakan indahnya kebersamaan, seindah kebersamaan orang-orang Jepang ketika merayakan hanami dibawah pohon sakura.

Sunday, August 26, 2012

Tahukah anda tentang sifat orang JEPANG?

Dari mengamati perilaku kehidupan masyarakat Jepang, sebenarnya tergambar bagaimana sebuah komunitas terdidik terlahir dari suatu sifat dan sikap yang sederahana. Yang pertama mari kita lihat bagaiamana orang Jepang mengedepankan rasa “malu”. Fenomena “malu” yang telah mendarah daging dalam sikap dan budaya masyarakat Jepang ternyata membawa implikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan. Penulis cermati bahwa di Jepang sebenarnya banyak hal baik lain yang terbentuk dari sikap malu ini, termasuk di dalamnya masalah penghormatan terhadap HAM, masalah law enforcement, masalah kebersihan moral aparata, dsb. Bagaimana masyarakat Jepang bersikap terhadap peraturan Lalu Linta adalah suatu contoh nyata. Orang Jepang lebih senang memilih memakai jalan memutar daripada menganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan raya. Bagaimana taatnya mereka menunggu lampu traffic light menjadi hijau, meskipun di jalan itu sudah tidak ada kendaraan yang lewat lagi. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepakbola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. Sifat berikutnya adalah Sopan santun dan menghormati orang lain. Masyarakat Jepang sangat terlatih refleksnya untuk mengatakan gomennasai (maaf) dalam setiap kondisi yang tidak mengenakkan orang lain. Kalau kita berjalan tergesa-gesa dan menabrak orang Jepang, sebelum kita sempat mengatakan maaf, orang Jepang dengan cepat akan mengatakan maaf kepada kita. Demikian juga apabila kita bertabrakan sepeda dengan mereka. Tidak peduli siapa yang sebenarnya pada pihak yang salah, mereka akan secara refleks mengucapkan gomennasai. Kalau moral dan sifat-sifat sederhana dari orang Jepang, seperti malu, hidup ekonomis, menghormati orang lain sudah sangat jauh melebihi kita, ditambah dengan majunya perekonomian dan sistem kehidupan. Sekaran marilah kita bertanya pada diri kita. Hal baik apa yang bisa kita banggakan dari bangsa kita?

Tata krama Membuang Sampah di Jepang

Believe or not? Di negara semaju Jepang, salah membuang atau mengkategorikan sampah bisa mendapat teguran keras dari para tetangga. Alasannya karena masyarakat Jepang memiliki tata krama khusus dalam membuang sampah. Di sisi lain, penduduk Jepang begitu peduli dan mencintai lingkungan tempat mereka tinggal. Membuang sampah (gomi) tidak bisa sembarangan dilakukan di sana. Ada aturan/tata krama yang berlaku di tiap-tiap daerah. Semua aturan menyatakan bahwa gomi harus dipilah dan dibedakan antara yang bisa dibakar dan tidak. Gomi wajib dibuang tepat pada tempat yang ditentukan. Selain hari pengangkutan, dilarang mengeluarkan gomi. Bagi yang melanggar, dipastikan memperoleh omongan tajam dari tetangga. Bahkan terkena peringatan dari dinas terkait. Ketentuan istimewa berlaku bagi gomi yang mengandung bahan kimia berbahaya. Baterai bekas misalnya, harus dimasukkan ke dalam kotak pengembalian di toko yang menjual baterai itu. Hal serupa berlaku pada sampah aneka botol. Lalu bagaimana dengan sampah besar seperti perabotan rumah tangga? Adakah tukang loak yang siap membeli? Sampah ukuran besar (sodai gomi) dibuang pada hari pengangkutan yang telah ditetapkan. Beberapa daerah biasanya mengenakan biaya khusus. Sedangkan masyarakat yang akan membuang gomi elektronik seperti AC, TV, kulkas dan mesin cuci, wajib menghubungi toko yang dulunya menjual barang-barang tersebut. Selanjutnya pihak toko menyerahkan kepada produsennya untuk didaur-ulang. Semua perusahaan/produsen wajib bertanggung jawab pada barang-barang yang sudah rusak. Tata krama ini diberlakukan dengan maksud untuk mengurangi jumlah sampah. Orang Jepang sangat peduli pada lingkungannya. Mereka sadar bahwa sampah adalah masalah yang serius dan butuh perhatian khusus. Mentaati tata krama gomi adalah wajib hukumnya. Sudahkan kita peduli pada lingkungan sendiri?

Akemashite Omedetou Gozaimasu (Happy New Year)

Kalau orang Indonesia sibuk mudik saat lebaran, orang Jepang sibuk mudik saat Tahun Baru. Mereka dapat libur lumayan panjang, biasanya mulai 28 Desember sampai 6 Januari. Mereka ngapain aja ya? Hm... Orang Jepang menyebut tahun baru, Oshogatsu. Mereka punya banyak tadisi saat menyambut datangnya tahun baru ini. Pertama-tama mereka melakukan osoji. Osoji itu artinya membersihkan. Nah, mereka beres-beres rumah, pokoknya tahun baru, rumah harus bersih! Seteleh itu, mereka menyiapkan masakan spesial untuk tahun baru... Pada saat itu bertepatan dengan hari pertama dalam 1 tahun dan merupakan saat yang tepat untuk mendoakan kebahagiaan dan kesehatan seluruh keluarga selama 1 tahun ke depan. Para petani berdoa supaya panennya berhasil dan para nelayan berdoa agar hasil tangkapannya besar dan dapat bekerja dengan aman. Untuk berdoa banyak orang yang pergi ke kuil Shinto. Kegiatan tersebut disebut Hatsumoode (kunjungan ke kuil Shinto di hari pertama tahun baru. Anak-anak di Jepang sangat menantikan datangnya tahun baru, karena pada saat itu akan mendapatkan Otoshidima dari orangtua dan kerabat. Dengan Otoshidima tersebut mereka dapat membeli barang-barang yang mereka inginkan. *Mungkin kalau di Indonesia layaknya saat Lebaran / Di Tionghoa saat Imlek* Sesaat sebelum midnight, ada hidangan Toshi-koshi soba ( mie melntasi tahun ) di rumah ataupun di kuil. Mereka makan sambil menyambut kedatangan tahun baru. Tepat saat midnight, terdengar suara gong dari kuil terdekat sebanyak 108 kali. Setelah tahun baru tiba, ada dua masakan tradisional Jepang yang bakal dihidangkan osechi ryori dan ozoni. Osechi ryori terdiri dari bermacam-macam makanan, udang, ganggang laut, telur, kastanye dan daging babi , yang dianggap membawa keberuntungan. Dihidangkan dalam wadah yang disebut jyubako. Kalau ozoni adalah kue mochi dengan sup kaldu. Selain makanan, mereka juga punya kartu tahun baru yang khusus, namanya nengajyo. Kartu ini bertuliskan harapan-harapan untuk tahun depan. Oia, di Jepang sana juga ada tradisi salam tempel buat anak-anak kecil, tradisi ini disebut otoshidama. Nah, di minggu-minggu awal tahun baru, mereka mengunjungi kuil untuk berdoa. Dan tidak lupa mereka mengucapkan " AKEMASHITE OMEDETO GOZAIMASU"

Seijin no Hi (Hari Menjadi Dewasa)

Di Indonesia ada beberapa batasan usia yang dianggap dewasa. Ada yang bilang usia 13 tahun itu awal perjalanan menuju kedewasaan. Orang Indonesia dianggap dewasa secara hukum saat menginjak usia 17 tahun. Nah, gimana kalau di Jepang? Apa arti kedewasaan bagi orang Jepang? Apa kedewasaan diukur dengan jumlah umur? Tentu saja tidak. Kedewasaan tergantung sikap masing-masing orang. Tapi, paling tidak usia bisa dijadikan sebagai tolak ukur dalam memandang situasi seseorang. Di Jepang ada upacara Seijin no Hi bagi orang yang telah mencapai usia 20 tahun. Perayaan ini berasal dari upacara keagamaan Shinto yang disebut Genpuku. Pada upacara Genpuku, anak laki-laki berusia 10 tahun sampai 16 tahun yang berasal dari keluarga samurai menerima eboshi ( semacam ikat kepala ) dan nama resmi/nama dewasa sebagai penanda masa kedewasaan mereka. Versi lain dari Genpuku adalah Kanrei. Pada upacara Kanrei, anak laki-laki yang berasal dari keluarga kerajaan mendapatkan fundoshi ( semacam kain cawat yang dipakai oleh pegulat sumo sekarang ) sebagai penanda masa kedewasaan mereka. Zaman dahulu anak perempuan sudah dianggap dewasa dan bisa menikah pada usia 12 tahun sampai 16 tahun. Upacara kedewasaan bagi ana perempuan pada zaman itu disebut Mogi. Pada perayaan Mogi tersebut, mereka mendapatkan kimono sebagai simbol kedewasaan. Pada abad 19, perayaan Genpuku dan Kanrei mulai berkurang. Ini karena berubahnya struktur pemerintahan di Jepang saat itu. Pada tahun 1876, orang jepang dianggap dewasa secara hukum saat mereka menginjak usia 20 tahun. Pada masa itu, perayaan hari dewasa belum dirayakan secara formal. Pada tahun 1948, perayaan hari dewasa ( Seijin no Hi ) dijadikan hari libur nasional oleh pemerintah yang berkuasa. Hal ini dilakukan agar para kaum muda Jepang jadi lebih sadar dan bertanggung jawab atas hidupnya. Sejak tahun 1948, Seijin no Hi dirayakan tiap tanggal 15 Januari. Tapi, Sejak tahun 2000, hari ini dirayakan pada hari Senin minggu kedua bulan Januari. Orang Jepang yang telah menginjak usia 20 tahun telah dianggap dewasa secara hukum. Pada usia 20 tahun mereka diizinkan merokok, minum minuman keras dan berhak ikut dalam pemilihan umum. Bahkan mereka juga diizinkan menikah tanpa persetujuan orang tua. Dan jika mereka melakukan perkara kriminal, nama asli mereka boleh diumumkan secara resmi di depan publik. Dapat dikatakan, usia 20 tahun merupakan masa perubahan yang perubahan yang besar bagi orang Jepang. Yang ingin mengikuti perayaan Seijin no Hi harus sudah berusia 20 tahun sebelum tanggal 20 April pada tahun yang bersangkutan. Biasanya mereka merayakannya di kampung halaman mereka masing-masing. Ada juga yang menggunakan kesempatan ini untuk bertemu kembali dengan teman-teman masa sekolah dulu. Perayaan ini dihadiri oleh walikota dan pemuka pemerintahan segala. Mereka akan mengucapkan sepatah dua patah kaa sebagai sambutan dan juga memberikan semacam hadiah kenang-kenangan kepada para peserta. Para partisipan cowok akan memakai setelan jas ala barat dan yang cewek memakai furisode. Furisode adalah semacam kimono yang memiliki lengan yang panjang dan menjuntai ke bawah. Sebagai aksennya mereka juga mengenakan stola yang terbuat dari semacam bulu-bulu putih. Bagi yang mampu, mereka akan khusus memesan atau membeli furisode. Tapi ada juga yang menyewanya. Ada beberapa orang yang memakai furisode milik ibu mereka dulu. Pasti menyenangkan, kalau mereka bisa memakai furisode yang sama dengan yang dipakai oleh ibu mereka saat mengikuti upacara Seijin no Hi dahulu. Setelah itu mereka akan bersembahyang di kuil. Umumnya setiap kuil mempunyai ritual tersendiri dalam upacara Seijin no Hi. Ritual ini di maksudkan agar anak muda Jepang menjadi dewasa dan jadi lebih sabar serta mampu mengendalikan diri dalam menghadapi tantangan hidup. Setelah mengikuti serangkaian upacara yang melelahkan, mereka akan berfoto-foto bersama. Bahkan ada yang dengan sengaja berfoto di studio foto. Ini adalah kesempatan langka bagi para gadis karena mereka jarang memakai furisode. Ada beberapa orang yang sengaja menyimpan foto saat mereka memakai furisode. Ini untuk berjaga-jaga, kalau di masa datang nanti mereka akan dinikahkan dengan cara Omiai. Omiai adalah pejodohan yang diatur oleh orangtua. Biasanya sang pria akan diberi beberapa foto wanita yang akan dipilih untuk jadi calon istrinya. Dalam Omiai, foto wanita-wanita itu memakai pakaian modern dan pakaian tradisional Jepang. Sayangnya, seiring dengan semakin majunya zaman, akhir-akhir ini kaum muda Jepang tidak begitu menganggap penting Seijin no Hi. Bahkan ada yang bilang upacara itu membosankan dan melelahkan serta hanya menghabiskan banyak uang saja. Tidak bisa dipungkiri, era modernisasi dewasa ini telah mulai menggeser pandangan orang Jepang terhadap hal-hal yang berbau tradisional.

Thursday, August 23, 2012

Fuji yama

Merupakan gunung tertinggi di Jepang, terletak di antara Yamanashi dan Shizuoka. Mempunyai ketinggian 3776 m di atas permukaan air laut. Pada cuaca yang cerah gunung Fuji dapat dilihat dari Tokyo dan Yokohama. Gunung Fuji merupakan gunung Vulcano meskipun saat ini termasuk gunung vulcano tidak aktif. Fujiyama pernah meletus pada kisaran tahun 1708. Di antara sekian banyak gunung di Jepang, Fujiyama termasuk banyak dipuja oleh orang Jepang. Baik dari kalangan orang biasa sampai kalangan artis. Mungkin pada hari yang cerah dari jauh dapat memberikan pemandangan yang indah dibanding melihat dari dekat, namun bagi beberapa pendaki dari berbagai negara, mendaki gunung Fuji sampai puncak akan memberikan tantangan, pengalaman, kenangan, bahkan manfaat. Bagi yang senang melakukan pendakian sekiranya ada rute-rute dan waktu untuk dapat naik sampai puncak gunung. Musim pendakian gunung Fuji biasanya dibuka pada bulan Juli dan Agustus dikarenakan pada kisaran bulan ini merupakan puncak daripada musim panas di Jepang dan pada bulan inilah gunung Fuji terbebsa dari salju. Selain itu suhu udara relatif menjadi sejuk dibanding bulan-bulan lainnya (meski ada salju abadi dan suhunya lumayan dingin *kalau di Indonesia seperti di Jaya Wijaya*). Hal inilah yang membuat pendakian menjadi aman dan pos-pos peristirahatan pendakian mulai dibuka, seperti halnya saran pada pendaki profesional bahwa lebih baik di kisaran bulan ini pendakian dilakukan. Mendaki gunung fuji tidak hanya populer dikalangan orang Jepang saja. Namun biasanya lebih banyak turis dari berbagai macam negara ikut mendaki. Musim mendaki gunung Fuji bertepatan dengan musim libur sekolah di Jepang, yaitu antara 20 juli sampai akhir agustus, yang juga kebetulan bertepatan dengan hari Raya Obon-Jepang di pertengahan agustus. Pada kisaran Obon inilah gunung fuji diramaikan oleh banyak pendaki di berbagai negara. Dibalik keindahan panoramanya Fujiyama memiliki legenda cerita yang menarik. Dikisahkan pada jaman dahulu kala hidup sepasang kakek nenek di desa terpencil. Pekerjaan sang kakek adalah sebagai penebang bambu. Pada suatu hari ketika sang kakek akan menebang bambu, ia melihat bambu yang bercahaya seperti emas. Karena penasaran, maka sang kakek memotong bambu tersebut dan ternyata di dalam bambu itu ditemukan anak perempuan yang kira-kira tingginya 9 cm. Sang kakek kemudian membawa anak perempuan itu pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, kakek memberi tahu nenek dan mereka akhirnya memberi nama anak itu Kaguya. Setelah merawat Kaguya, setiap kakek pergi ke gunung untuk menebang bambu, di dalam bambu tersebut pasti ditemukan emas. Kehidupan merekapun menjadi makmur berkat Kaguya. Tak terasa putri Kaguya tumbuh menjadi sosok putri yang sangat cantik sampai kecantikannya itu tersebar ke seluruh pelosok negeri. Banyak orang-orang dari kalangan berada sampai pajabat kerajaan ingin mempersunting putri Kaguya, tetapi entah mengapa putri Kaguya menolak lamaran mereka. Putri Kaguya memikirkan cara untuk menolak lamaran mereka dengan menyuruh membawa barang-barang yang mustahil adanya. Siapa yang berhasil membawa barang-barang yang diinginkan sang putri, maka dia akan menerima lamaran salah satu dari mereka. Barang-barang tersebut diantaranya adalah mangkuk suci sang Buddha, kalung yang terbuat dari bola mata naga, kipas bercahaya dan lain-lain. Para lelaki itu datang dengan membawa barang yang diminta, namun semua barang yang dibawa itu palsu karena barang yang diminta putri Kaguya tersebut mustahil ditemukan di bumi ini. Malam bulan purnamapun akan segera datang. Sambil memandang bulan, putri Kaguya menangis dalam kesedihan. Kakek dan nenek merasa khawatir kenapa putri kesayangannya merasa sedih. Akhirnya pada tanggal 8 Agustus, putri Kaguya menyampaikan perasaannya kapada kakek dan nenek. Ia mengaku bahwa sebenarnya ia berasal dari bulan dan harus kembali ke bulan saat bulan purnama tiba. Putri Kaguya sedih karena harus meninggalkan kakek dan nenek yang dicintainya. Karena tidak mau kehilangan putri Kaguya, maka kakek dan nenek berusaha mempertahankan putri Kaguya saat sang putri dijemput oleh utusan bulan untuk kembali ke bulan. Namun usahanya itu sia-sia. Akhirnya putri Kaguya pergi menuju bulan. Sebagai kenang-kenangan dan tanda terima kasih, putri Kaguya memberi Fushi no kusuri (Obat hidup kekal) kepada kakek dan nenek yang selama ini merawatnya. Sayangnya, kakek membakar obat itu karena ia merasa meskipun bisa hidup abadi dengan meminum obat itu, tanpa ada Kaguya di sisi mereka apalah artinya. Kakek membakar obat itu di atas puncak gunung tertinggi di Jepang. Gunung tempat sang kakek membakar obat itu kemudian diberi nama Fushi no yama (gunung abadi), dan gunung itu sekarang dikenal dengan nama Fujiyama.